Terminal Terboyo, yang selama puluhan tahun menjadi simpul transportasi utama di timur Kota Semarang, kini tinggal menunggu waktu untuk berpindah tangan fungsi. Terminal ini pernah menjadi denyut nadi perjalanan darat antarkota antarprovinsi (AKAP), antarkota dalam provinsi (AKDP), serta angkutan kota, terutama di jalur menuju Demak, Kudus, dan Jepara. Namun, menjelang masa pemindahan akhir, wajah Terminal Terboyo tampak kusam, menyimpan banyak cerita dan permasalahan yang belum tuntas.
Daftar Isi
Kondisi Fisik yang Memprihatinkan
Menjelang pemindahan, kondisi Terminal Terboyo bisa dibilang jauh dari kata layak. Bangunan utama terlihat usang, atap-atap bocor, lantai retak, dan fasilitas umum seperti toilet serta ruang tunggu penumpang banyak yang rusak atau tidak terawat. Beberapa kios dan warung masih bertahan, namun mayoritas tampak kosong dan terbengkalai.
Lampu penerangan minim, dan pada malam hari, terminal terasa lengang serta rawan. Suasana muram dan ketidakpastian terlihat jelas pada wajah para pedagang dan sopir yang masih beroperasi. Mereka mengeluhkan kurangnya informasi yang jelas mengenai proses pemindahan dan nasib mereka ke depan.
Permasalahan Utama: Penataan yang Tak Pernah Tuntas
Pemindahan fungsi Terminal Terboyo sebenarnya bukan hal baru. Pemerintah Kota Semarang dan Kementerian Perhubungan sudah sejak lama merencanakan pemindahan layanan AKDP dan AKAP ke Terminal Mangkang yang lebih representatif di bagian barat kota. Namun, implementasinya tersendat oleh sejumlah masalah berikut:
1. Minimnya Sosialisasi dan Pendampingan
Sopir, pedagang, dan masyarakat sekitar merasa tidak dilibatkan secara aktif dalam proses pemindahan. Banyak pihak mengaku mengetahui informasi secara setengah-setengah, bahkan hanya dari sesama sopir atau media sosial. Hal ini menimbulkan kebingungan dan kecemasan, terutama bagi mereka yang menggantungkan ekonomi dari keberadaan terminal.
2. Masalah Keamanan dan Premanisme
Selama bertahun-tahun, Terminal Terboyo dikenal sebagai tempat yang kurang aman. Banyak pengguna jasa mengeluhkan adanya praktik pungli, calo, bahkan intimidasi oleh oknum preman. Upaya penertiban sempat dilakukan, tetapi tidak berjalan konsisten. Hal ini menjadi salah satu penyebab utama penurunan minat penumpang menggunakan terminal ini.
3. Konektivitas dan Aksesibilitas yang Buruk
Meski berada di jalur strategis dekat kawasan industri dan Pelabuhan Tanjung Emas, Terminal Terboyo kurang terkoneksi dengan moda transportasi modern seperti BRT (Bus Rapid Transit) secara optimal. Akibatnya, penumpang kesulitan mengakses terminal tanpa kendaraan pribadi atau ojek.
4. Penurunan Jumlah Penumpang
Sejak era ride-hailing dan kereta api cepat, banyak penumpang memilih moda alternatif yang lebih nyaman dan efisien. Hal ini membuat bus AKAP dan AKDP yang biasa beroperasi di Terminal Terboyo sepi penumpang. Dalam beberapa tahun terakhir, terminal ini lebih banyak menjadi tempat parkir truk dan bus kosong daripada pusat transit aktif.
Harapan dan Masa Depan Pasca Pemindahan
Rencana pemindahan layanan ke Terminal Mangkang dan revitalisasi kawasan Terboyo menjadi bagian dari penataan kawasan timur Semarang. Pemerintah berencana mengembangkan kawasan ini menjadi zona logistik, terminal barang, atau depo transportasi massal.
Namun, transisi ini memerlukan kebijakan yang adil dan manusiawi. Para pelaku ekonomi di sekitar terminal berharap ada:
Relokasi usaha yang layak
Pelatihan atau alih keterampilan
Jaminan keamanan dari aparat
Kepastian hukum mengenai aset dan kios yang mereka tempati
Sementara itu, bagi warga Semarang dan penumpang setia bus, Terminal Terboyo akan tetap menjadi bagian dari sejarah kota. Ia bukan sekadar tempat naik-turun penumpang, tetapi ruang hidup yang pernah ramai, hangat, dan penuh cerita.
Penutup: Terminal Terboyo Semarang bukan hanya bangunan tua, tetapi cermin dari perencanaan kota yang penuh tantangan. Pemindahan fungsi bukanlah akhir, melainkan awal dari tanggung jawab baru—agar jangan ada yang tertinggal dalam proses transformasi. Kota Semarang patut belajar, bahwa membangun infrastruktur modern juga harus diiringi dengan keberpihakan pada manusia yang menghidupinya.